MALANG - Mantan Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof KH Muhammad Bisri Fattah Karim menanggapi soal pernyataan guru besar UB yang menyebut Indonesia 'chaos' jika Paslon Prabowo-Gibran menang di Pemilu 2024 ini.
Menurut Prof Bisri, seharusnya para guru besar ini tidak boleh memberikan prediksi yang akan memecah dan membuat masyarakat tak damai jelang Pemilu 2024 ini.
"Kita belum tahu dan belum tentu. Ini tidak boleh diprediksi, " ujar Prof Bisri, Sabtu (10/2/2024).
Prof Bisri yang juga menjabat sebagai pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Maghfiroh Malang ini meminta kepada para guru besar untuk tidak menjadi api atau provokator ditengah gejolak politik jelang Pemilu 2024.
"Menurut saya, sebagai para ilmuan yang sudah tunggu lebih baik ngademi (mendinginkan). Harus jadi es jangan jadi korek api, " ungkapnya.
Prof Bisri sendiri mengingatkan bahwa tujuan utama dalam mencintai negara sebagian dari iman.
"Apakah kita senang Indonesia Bubrah (kacau) lagi. Saya waktu jadi rektor ya gak sempurna, ada kritik dan lainnya. Yang penting jangan provokasi supaya damai. Islam aja agama damai, tenang dan selamat, " tuturnya.
Bahkan, menurutnya belum tentu seluruh civitas akademika sejalan dengan pernyataan-pernyataan kritik terhadap pemimpin Indonesia.
Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu guru besar UB Bidang Ilmu Hukum dan Sumberdaya Alam, Prof. Dr. Rachmad Safa`at menyebut Indonesia berpotensi mengalami kekacauan apabila suara-suara akademisi tidak didengar oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Hal itu disampaikan usai pernyataan sikap oleh Civitas Akademika UB, Selasa (6/2/2024) lalu.
Bahkan, ia meyakini jika Prabowo-Gibran berhasil menang dan memimpin Indonesia, negara dinilai akan kacau olehnya.
"Saya yakin kacau setelah pemilu. Apalagi yang jadi Prabowo, malah lebih kacau. Karena persyaratan wakilnya tidak memenuhi syarat, " kata Prof Rachmad.
Menurut Prof Bisri, meski begitu perbedaan ini sangat wajar dalam negara demokrasi. Terpenting, jangan pernah ada provokasi yang menyebabkan masyarakat terpecah belah.
"Ini pendapat sebagian, gak apa apa selama dalam batas wajar. Gak boleh provokasi, harus bikin tenang. Pilihan boleh beda, penting untuk NKRI, " tegasnya.
Dengan begitu, seperti halnya dalam agama Islam mengajarkan untuk mencintai negara sebagian daripada iman. Hal tersebut pun harus selalu dikuatkan.
"Sehingga, apakah demokrasi berjalan baik atau belum, tentu tidak ada yang sempurna. Terpenting adalah kita berangkat dari niat untuk cinta kepada negara, " ucapnya. (*)